Di
siang hari aku hanya menyusuri aspal jalanan mengikuti ke mana awan berarak. Di
malam lampu kota yang berpijar menjadi pemanduku. Aku hanya berjalan menyisir
jalanan kota untuk mencari rumah. Hanya sebuah rumah yang layak dan mau
menerimaku. Kuketuk tiap rumah berharap agar aku
dapat tinggal di dalamnya. Menjalani hidup hingga maut menarik jiwaku.
Rumah-rumah berjajar mengundangku ke
dalamnya. Kuketuk pintu, dan terbuka. Usiran yang kudapatkan sebelum aku masuk
ke dalamnya. Mungkin pemiliknya tahu sedikit cerita tentangku, dan mungkin
hanya cerita buruk tentangku, hingga muncul ketakutan untuk menerimaku. Tak
jarang pula aku diusir oleh mereka yang lebih dulu tinggal di dalam rumah
tersebut. Ketika aku tahu telah berpenghuni, aku memilih mengusir diriku sendiri.
Tak jarang pula rumah hanya kosong ditinggal pergi karena mencari penghuni
lainnya.
Beberapa rumah pun punya sejarah
untukku. Ada yang memang kutinggalkan, karena gangguan pemilik utuh saat ini, dan membuatku terpaksa pergi. Atau karena kutemukan kebobrokan daam rumah yang baru
kuketahui ketika kutinggali. Keboborokan yang tak dapat diperbaiki karena telah menjadi jiwa rumah itu. Tak jarang pula aku keluar dari rumah itu karena
ada orang lain yang tinggal di sana.
Kadang aku kembali ke rumah yang
pernah kusinggahi. Mungkin hanya untuk memperbaiki kerusakan yang ada, yang
mampu membuatnya menjadi bermasalah di mata orang lain. Namun, aku seakan tak
ingin untuk kembali tinggal di dalamnya. Kadang ada keinginan untuk kembali,
tetapi aku mencoba untuk menjaga saja. Belum tentu juga rumah itu ingin kusinggahi kembali.
Aku melintas di sebuah rumah yang
punya sejarah bagiku. Sejarah yang membuatku merasa sakit sendiri, sakit karena
aku yang meninggalkan rumah tersebut. Penghuni barunya bahagia. Aku merasa
menyesal meninggalkannya. Tetapi aku bahagia melihat rumah itu kini jauh lebih
baik. Aku hanya akan melintas. Namun, pintu terbuka ketika aku melintas, seakan mengajakku untuk ke dalam tanpa sepengetahuan penghuni. Dingin malam ini seakan dihangatkan oleh rumah ini. Kehangatan yang lama tak menyentuh hatiku yang telah terbiasa oleh dingin angin malam. Aku ingin kembali duduk tertawa, bercanda, berdebat di kursi sofa. Mencipta rasa dan asa di peraduan. Hingga menata ulang semua kekeliruan di rumah ini. Aku sadar, kini ini bukan milikku. Bisa saja menjadi milikku malam ini. Walau sesungguhnya aku merasa bersalah. Sangat bersalah jika aku tetap di sini. Sangat bersalah terhadap penghuni saat ini. Aku seperti pencuri yang mengendap-endap untuk mengambil segala miliknya. Aku tahu sakitnya ketika dicuri. Aku tahu harus menghangatkan
diri, tetapi lebih baik aku melarikan diri dan tetap menggigil dalam sepi.
Aku akan tetap di jalanan menyusuri
aspal dalam tuntunan awan dan lampu kota. Untuk datang ke rumah satu per satu,
dan mengetuk pintunya, berharap mampu masuk ke dalam. Aku hanya mencari rumah,
dan mampu mewujudkan sebuah sumpah, bukan jutaan serapah. Aku ingin
bernaung dalam suka maupun duka, dalam kaya atau miskin papa, hingga aku
meregang nyawa.
Mazda
Radita Roromari
Rabu,
12 Oktober 2011; 15:26 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana pendapatmu?