Hal pertama yang membuatku kemudian berkaca pada diri sendiri adalah ketika salah seorang penonton berteriak, "Isa main apa ra?" (Bisa main apa tidak?) kepada saah seorang pemain voli yang gagal melakukan servis. Teriakan yang kedua, "Wasite piye? Sing cetha! Kowe dibayar!" (Wasitnya gimana? Yang jelas! Kamu dibayar!) juga membuatku kemudian sadar pada diriku sendiri, ketika sang wasit berdiskusi dengan kejadian yang terjadi sebelumnya. Teriakan ketiga, "Suwe!" yang meneriaki seorang official pertandingan, yang sedang membersihkan arena pertandingan yang licin karena keringat, terlalu lama membersihkan.
Tiga teriakan tersebut sesungguhnya biasa dan seringkali kita ungkapkan sebagai seorang penonton. Kita sebagai penonton seringkali ingin menyaksikan pertandingan yang menarik dan tanpa masalah karena kita sudah membayar.
Tetapi dari teriakan-teriakan tersebut kemudian aku berpikir, "Apakah aku lebih baik daripada pemain, wasit, dan official pertandingan tersebut?" dan "Apakah aku mampu menjadi mereka dengan kemampuanku yang ada?" Aku kemudian berpikir bahwa aku sesungguhnya tak mampu bermain seperti pemain-pemain tersebut. Tidak mampu melakukan servis dengan lebih baik, dan tidak mampu memainkan bola dengan mengumpan bahkan melakukan smash sperti pemain-pemain voli profesional tersebut. Aku pun kemudian berpikir kembali bahwa aku pun tidak mampu memimpin dan mengambil keputusan yang tepat mengenai kejadian dalam pertandingan. Aku pun kemudian berpikir, bagaimana andai aku tidak membersihkan semua lantai pertandinganyang licin, pasti akan terjadi kekacauan yang lebih besar dalam pertandingan.
Aku sebagai pribadi seorang penonton ingin berubah dalam bersikap. Aku ingin menghargai para pemain, wasit, maupun official pertandingan, karena mereka lebih mampu dalam bidang mereka, dan aku tidak lebih baik daripada mereka. Tetapi, bagaimana kita, sebagai penonton, bersikap terhadap mereka yang melakukan sedikit kesalahan tetap menjadi hak pribadi masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana pendapatmu?