11 Juni 2010

APAKAH YANG HARUS KULAKUKAN?

Dalam pelukan tersebut, Tia merasakan sebuah rasa yang salah. Ia telah jatuh cinta terhadap dua orang laki-laki dalam waktu yang sama. Ia tidak tahu akan memilih yang mana. Ia telah merasa salah dengan meninggalkan seorang laki-laki yang masih mencintainya, tetapi ia tidak sanggup juga meninggalkan laki-laki lainnya, yang telah dibuatnya untuk menaruh harapan yang besar padanya. Ia tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya. Memperbaiki masa yang telah lalu, atau berusaha membangun sebuah harapan yang baru. Tetapi yang kini ia tahu, ia harus menyelesaikan film yang digarapnya.


Seorang gadis bernama Tia Ariani, sedang menanti datangnya kereta menuju Jakarta. Ia ingin pergi meninggalkan Kota Solo, sekaligus meninggalkan berbagai kenangan yang ada di kota tersebut. Ia tidak ingin melihat masa lalunya.
Tekadnya sudah bulat untuk membangun hidup baru di Jakarta. Karena ia selalu merasakan kedukaan dan rasa sakit di setiap detik kehidupannya di Kota Solo. Ia adalah anak tunggal. Kedua orang tuanya baru saja meninggal dunia karena kecelakaan. Ia di Solo tinggal sendiri, sampai kemudian saudara sepupunya, Vita, menemaninya di kota tersebut. Karena kedukaan atas meninggalnya kedua orang tuanya, kondisi kesehatan dan mentalnya semakin memburuk. Ia terus menerus larut dalam duka, dan berubah menjadi sosok yang tertutup. Tetapi ia selalu didampingi oleh Vita, dan kekasihnya.
Jam telah menunjukkan pukul 22.30. Ia kemudian berpikir kembali. Tekadnya yang awalnya bulat, kini mulai goyah. Ia kemudian bimbang akan pilihannya untuk meninggalkan semua yang ada di Solo, karena ia merasa sakit. Apalagi, ia mengingat kembali mengenai kekasihnya, yang selalu setia berada di sampingnya, di saat suka maupun duka.
Pukul 22.40, kereta malam menuju Jakarta berangkat. Tia telah sungguh-sungguh membulatkan tekadnya untuk melupakan masa lalunya di Solo. Ia ingin membangun hidup baru di Jakarta. Kota yang tak pernah ia tahu keadaannya.

Empat tahun sudah Tia tinggal di kota metropolitan, Jakarta. Ia hanyalah seorang pelayan di sebuah restoran franchise. Ia tinggal seadanya di sebuah rumah susun yang letaknya tak jauh dari tempatnya bekerja. Ia masih seorang Tia yang hendak berangkat menuju Jakarta. Seorang Tia yang tertutup.
Sampai pada suatu hari, tempatnya bekerja digunakan untuk syuting sebuah film. Ia pun ditunjuk oleh seorang sutradara muda, Armando Januar, untuk memerankan tokoh pembantu di filmnya. Walau awalnya menolak, Tia khirnya menerima tawaran tersebut, dan memainkan perannya. Tanpa diduga, peran kecil yang dilakoninya membuat sutradara tersebut terpikat padanya. Tia ternyata memiliki bakat menjadi seorang pemain film.
Ketika sutradara tersebut membuat proyek film yang selanjutnya. Ia membuat suatu kejutan dengan memilih Tia sebagai pemeran utama film tersebut. Tia pun kemudian menerima peran tersebut. Peran dalam film tersebut ternyata melambungkan namanya. Semenjak itu, ia menjadi seorang aktris yang terkenal.
Namanya semakin melambung seperti Armando yang memperkenalkannya. Mereka berdua seringkali terlibat dalam proyek film yang sama. Agaknya hubungan mereka telah seperti Martin Scorsese dan Leonardo DiCaprio yang seringkali bekerja sama dalam beberapa film. Sampai tak jarang, mereka digosipkan sebagai sepasang kekasih. Tetapi sesungguhnya mereka tak ada hubungan apa-apa.
Tia sungguh tertutup. Tidak ada yang tahu yang sesungguhnya ada di dalam perasaannya, kecuali dirinya sendiri. Ketertutupan dirinya tersebut telah membuatnya menjadi pribadi yang lain dari sebelumnya. Keinginannya untuk membangun hidup yang baru telah terwujud. Ia sepenuhnya telah melupakan kenangan-kenangan masa lalunya.

Enam tahun kemudian, Armando Januar kembali membuat film. Ia kembali melibatkan Tia Ariani sebagai pemeran utama film tersebut. Armando memilih seorang aktor pendatang baru, Aditya Erlangga, sebagai salah satu tokoh penting dalam filmnya tersebut.
Tia merasa kurang nyaman dengan keterlibatan aktor pendatang baru tersebut. Ia merasa sang aktor apakah mampu mengimbangi perannya. Tetapi sesungguhnya ia menyembunyikan sesuatu hal yang lain, yang membuatnya tidak merasa nyaman dengan kehadiran Aditya tersebut.

Inilah pengambilan gambar pertama kali untuk film garapan Armando Januar. Saat ini pula adalah saat pertama kali Tia dan Aditya berada dalam sebuah adegan.
“Aku selalu ingin bersamamu. Aku tidak ingin kita berpisah,” ujar Aditya.
“Aku juga ingin kita selalu bersama, di saat suka dan duka. Kita tidak akan berpisah,” ujar Tia.
“Cut!” ujar sutradara, Armando Januar, “Kita istirahat!”
Sesaat setelah pengambilan gambar tersebut, Aditya berusaha mengejar Tia. Ia berhasil mengejarnya.
“Aku masih mengingat kata-katamu itu sepuluh tahun yang lalu,” ujar Aditya.
“Kata-kata apa?” ujar Tia.
“Kata-kata bahwa kau menginginkan kita sealu bersama di saat suka maupun duka,” ujar Aditya.
“Tetapi kita tak pernah bertemu sebelumnya. Kita baru bertemu saat ini. Jaga sikapmu,” ujar Tia sembari pergi meninggalkan Aditya. Tetapi Aditya berusaha untuk mengejarnya.
“Masa orang yang sepuluh tahun yang lalu kutemui adalah hantu?” tanya Aditya.
“Ya, hantu. Orang yang dulu pernah kau temui tak pernah ada,” jawab Tia.
“Apapun dia, hantu ataupun orang, aku menyimpan ketakutan darinya. Yakni ia tidak pernah mencintaiku. Maka aku telah dibodohi selama sepuluh tahun,” ujar Aditya.
Mendengar kata-kata yang sangat mengganggunya tersebut, Tia pun kemudian pergi meninggalkan Aditya. Ia merasa muak dengan Aditya.

Cerita dalam film pun berlanjut hingga kekasih Astri, peran yang dimainkan oleh Tia, melihat kekasihnya, Bagus, yang diperankan oleh Aditya, berpelukan dengan gadis lain. Dalam adegan ini, Tia harus menampar wajah Aditya di akhir adegan.
“Laki-laki sialan! Kata-katamu tak sesuai dengan hatimu!” ujar Tia kepada tokoh Bagus sembari menamparnya.
“Cut! Kita lanjutkan syuting besok,” ujar Armando.
Aditya kemudian memandang Tia. Ketika Tia menyadari dirinya sedang dipandangi, ia memilih untuk menghindar dengan pergi. Tia sungguh-sungguh menampar Aditya sekeras-kerasnya tadi. Ia memberi isyarat pada Aditya untuk segera pergi jauh darinya.

Setelah syuting tersebut, Armando mengajak Tia untuk makan malam. Tia menerima ajakan tersebut.
“Tia, aku ingin mengungkapkan sebuah rahasia. Rahasia ini selalu aku pendam sebagai suatu harapan. Tetapi, harapan tidak akan pernah terjadi andai kita tidak pernah mengusahakannya. Maka, malam ini aku berusaha mengusahakan harapan tersebut menjadi suatu kenyataan,” ujar Armando.
“Sesungguhnya apa yang terjadi, Do?” tanya Tia.
“Sesungguhnya, aku mencintaimu. Aku telah jatuh cinta padamu sejak kita pertama kali bertemu di film pertamaku, ketika kau kutawarkan sebuah peran pembantu. Aku bukanlah orang yang romantis, dan aku tidak mampu mengarang kata-kata yang indah untuk membuatmu jatuh hati padaku, seperti layaknya aku jatuh hati padamu. Aku hanya ingin bertanya untuk mengungkapkan harapanku, apakah kau mau menjadi kekasihku?” ujar Armando.
“Do, kita sudah saling mengenal sejak lama. Kita telah menjadi teman dan saling kenal dekat. Maaf kalau aku tidak mampu menjawab pertanyaanmu untuk saat ini. Aku membutuhkan waktu untuk menjawab itu. Aku sedang merasa lelah dengan syuting kita. Aku ingin pulang,” ujar Tia.
“Tak usah segan untuk mengatakan bahwa kau tidak memiliki perasaan itu juga,” ujar Armando.
“Bukan itu maksudku, Do. Beri aku waktu. Lain waktu, mungkin aku akan membicarakan masalah ini padamu,” ujar Tia.
Malam itu, perasaan Tia sungguhlah galau. Ia merasakan sesuatu rasa yang dulu pernah ia rasakan. Ia merasakan kenyamanan saat Armando ada di dekatnya, apalagi ketika Armando mengatakan kata-kata itu. Ia merasa telah jatu cinta terhadap Armando.

“Aku masih cinta padamu,” ujar Aditya kepada Tia.
“Tetapi aku tak mampu hidup bersamamu. Aku telah sakit hati karena dikhianati olehmu,” ujar Tia sambil pergi meninggalkan Aditya.
“Cut!” Teriak Armando untuk menghentikan proses pengambilan adegan.
“Kita istirahat dulu,” ujar Armando sembari pergi dari setting.
Aditya kemudian memandang Tia. Ketika Tia menyadari dirinya sedang dipandangi, ia memilih untuk menghindar dengan pergi. Tetapi Tia merasakan suatu rasa yang mendalam dari tatapan Aditya tersebut. Sebuah tatapan yang seakan-akan mengharapkannya untuk kembali. Tetapi ia berusaha mengusir perasaan tersebut dari hatinya.

Adegan kini memasuki antara tokoh Astri dengan Elan, yang diperankan oleh Armando. Armando memerankan peranan tersebut, karena aktor yang dia harapkan menolaknya.
Adegan antara Astri dan Elan yang makin lama makin romantis, seakan menggambarkan hubungan antara Tia dan Armando yang semakin romantis juga. Mereka telah sama-sama dimabuk asmara, tetapi tanpa hubungan apa-apa.
Mereka sama-sama sedang jatuh cinta. Tia seakan telah memberikan harapan terhadap Armando. Tetapi dibalik itu semua, ia sedang menyembunyikan sesuatu. Ia berusaha menyakiti seseorang.
Meskipun Aditya tidak ada peran apapun dalam adegan, tetapi ia selalu datang di tempat syuting. Ia selalu berada di sana hanya untuk melihat Tia, dan berusaha untuk berbicara dengannya. Tetapi Tia selalu menghindar darinya, bahkan ia harus melihat Tia dan Armando seringkali terlihat mesra.

“Jangan ganggu aku lagi! Aku tak ingin kembali bersamamu. Jika kau mencintaiku dan ingin melakukan apapun yang aku minta, maka aku memintamu untuk pergi dariku,” ujar Tia sembari pergi berlari.
“Cut!” ujar Armando, “Kita istirahat, sebentar lagi ambil adegan untuk Astri dan Elan,”
Setelah adegan tersebut berakhir, Aditya kemudian mengejar Tia, tetapi Tia menghindar darinya.
“Mengapa kamu terus-menerus menghindar dariku?” tanya Aditya.
“Bukan urusanmu,” jawab Tia sembari pergi meninggalkan Aditya. Tetapi tangan Aditya berhasil menahan lengan Tia, dan mata Aditya menatap mata Tia. Tia kembali mengingat kenangan yang tak pernah ia inginkan. Ia mengingat akan kenangannya di Solo. Tatapan itu adalah tatapan kekasihnya, dan hanya dimiliki oleh kekasihnya. Tetapi Tia kemudian tersadar dan melepaskan pegangan tangan Aditya, dan berlari pergi.

Sebelum adegan terakhir diambil, ternyata cuaca tak mendukung, dan mengakibatkan syuting harus ditunda sehari. Pada saat tersebut, Tia mendapat ajakan Aditya untuk menyelesaikan permasalahan di antara mereka. Karena Tia yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran Aditya kembali, ia memenuhi ajakan tersebut. Mereka menyelesaikannya di sebuah restoran. Tia memilih untuk duduk di sebelah Aditya karena ia tak ingin menatap wajahnya maupun matanya.
“Kuharap lain kali kau tak menggangguku,” ucap Tia.
“Baiklah. Tapi aku tak akan mengganggumu lagi, jika kau mengingat tentang jaket apa yang kupakai saat ini,” ucap Aditya sembari memperlihatkan sebuah jaket. Jaket yang berisi kenangan di antara mereka berdua. Jaket yang membuat mereka menjadi akrab di saat pertemuan pertama mereka.
“Apa yang perlu kaulihat dariku yang sepuluh tahun lalu kau lihat? Aku sudah memiliki kehidupan sendiri, dan kau kini juga memiliki kehidupan sendiri. Jangan bawa-bawa aku lagi!” ucap Tia.
“Aku ingin melihat Tia yang dulu,” ucap Aditya.
“Aku adalah Tia yang dulu,” ucap Tia.
“Kau bukan Tia yang dulu. Tia yang dulu mencintaiku. Kau tahu? Aku selalu takut untuk tidur. Karena di dalam tidurku, aku selalu bermimpi hal yang sama. Hal yang selalu menyakitkanku. Aku selalu bermimpi kehilanganmu. Kau pernah berkata bahwa kita selalu bersama saat suka maupun duka. Tapi apakah kenyataan tersebut terjadi? Apakah pernah kau memikirkanku di saat kau meninggalkan aku?” ujar Aditya sembari menatap mata Tia. Tatapan mata tersebut seakan berarti bahwa mereka sesungguhnya sama-sama masih memiliki hati. Mereka berdua adalah pasangan yang terpisah dan kembali bersatu.
Mereka pun kemudian larut bersama dalam sebuah pelukan. Pelukan yang hangat. Pelukan yang seperti mereka lakukan saat pertama kali. Pelukan yang telah berpisah selama sepuluh tahun.


Mazda Radita R. (26 Januari 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapatmu?