9 Oktober 2011

MENERTAWAKAN ATAU DITERTAWAKAN MONYET

Tabuhan gendhang yang dipukul menjadi pertanda datangnya hiburan ini. Seekor monyet beserta perangkat atraksinya diangkut oleh sepeda. Seringkali atraksi ini muncul bintang tamu berupa ular atau anjing (walau sekarang hampir tak ada yang membawa anjing). Hiburan yang bertajuk topeng monyet merupakan hiburan yang sanggup memanggil anak-anak dan orang tua (yang mengantar anaknya) untuk melihat hiburan yang seakan mengeksploitasi monyet.  (saya tak menyebutnya kera. Karena bisa berubah menjadi topeng kera)

Hiburan ini pun disebut juga ledhek kethek yang artinya monyet yang jadi bahan ledekan atau tertawaan. Bisnis ini memang berusaha menghibur melalui atraksi dan tingkah polah monyet yang seakan bertindak seperti manusia. Karena bukan manusia dan berusaha seperti manusia, maka hasilnya lucu dan menjadi tertawaan.

Apakah topeng monyet ini seperti hanya hadir untuk menghibur saja? Selesai beratraksi, penonton pulang, dan tersenyum saja? Seringkali memang itu yang kita rasakan. Tak ada makna selain hiburan semata. Ketika saya mencari ide untuk acara hiburan yang punya makna edukatif, ternyata saya mendapatkannya dari topeng monyet.


"Sarimin (maaf yang bernama sama) pergi ke sawah!" pawang meneriakkan judul atraksi, dan melemparkan cangkul, dan monyet memanggul cangkul mini warna-warni berkeliling ke penonton seakan pamer gaya. "Sarimin (sekali lagi maaf) menarik gerobak!" judul atraksi yang lain disebut pawang, dan gerobak mini segera ditarik oleh monyet. Berkeliling seakan pamer gerobak warna-warninya. Sudahkah Anda terhibur? Dua atraksi tersebut sebenarnya menyangkut tentang kerja. Ya, dalam dua atraksi tersebut sebenarnya kita diledek oleh monyet sendiri, bahwa kita harus bekerja dengan penuh semangat. Seperti halnya monyet dengan semangat memanggul pacul dan menarik gerobak. Bekerja dengan semangat pun membuat apa yang kita kerjakan tak terasa berat dan kita akan menghasilkan banyak hal, mulai dari ilmu hingga materi.

"Mince (ganti nama, walau maaf juga yang bernama sama) pergi ke pasar!" Payung dan tas mini dilempar bersamaan dengan dikumandangkannya judul atraksi. Monyet berjalan-jalan seperti model tas dan payung di catwalk. Terhibur lagi? Monyet dalam atraksi ini bersikap keibuan. Seringkali ke pasar memang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (kecuali pedagang, yang niatnya mengupayakan sumber dana untuk kebutuhan hidup). Pemenuhan kebutuhan hidup merupakan salah satu bentuk perhatian. Jika kita anggap seperti Ibu yang pergi ke pasar, maka perhatian ini pun juga bagi orang lain, tak hanya bagi diri sendiri. Kebutuhan hidup jika kita pandang secara luas, maka memuat hal-hal yang non-material. Perhatian, komunikasi, kasih sayang, dan banyak hal lainnya pasti kita butuhkan juga. Satu properti yang bermakna khusus adalah payung. Payung melindungi dari panas matahari atau hujan. Payung dapat pula berarti melindungi. Dari atraksi ini, mungkin monyet berusaha mengajak kita untuk saling memberi perhatian dan peduli satu dengan yang lain, saling melengkapi dalam pemenuhan kebutuhan, serta saling melindungi satu dengan yang lainnya.

"John (biar namanya keren, maaf yang namanya sama) berdandan!" pawang berkoar-koar tentang judul atraksi dan memberi properti berupa kursi dan cermin. Monyet duduk dan memegang cermin, melihat cermin dengan ekspresi datar yang kadang terlihat keren juga. Tertawa melihat ini? Padahal dalam atraksi ini tersimpan makna ganda. Tersurat ataupun tersirat. Secara tersurat, makna atraksi ini menurutku bedandan merupakan sarana untuk menjadi terlihat lebih baik secara penampilan. Saya kira monyet berusaha mengajak kita untuk selalu terlihat baik bagi orang lain. Saat ini kita tetap saja melihat seseorang dari tampilannya secara tidak sadar, dan itu mampu membangkitkan pikiran positif tentang kita. Selain itu, penampilan baik juga mempengaruhi lingkungan sekitar atau bahkan diri sendiri. Makna implisit atraksi ini menurutku adalah sebelum kita berbicara mengenai orang lain, mari bercermin diri terlebih dahulu. Pantaskah kita berbicara mengenai suatu hal tentang orang lain, namun diri kita jauh lebih buruk dari orang tersebut dalam hal yang kita bicarakan. Takutnya, kita hanya menjadi "gajah diblangkoni", isoh kojah ra isoh nglakoni (bisa berujar tapi tidak bisa melakukan), jika kita tidak lebih baik dari orang tersebut.

"Hernandez (namanya biar terasa seperti Latin, tapi maaf yang punya nama itu) pakai topeng salto-salto!" pawang sambil memukul gendhang menyebutkan judul sembari melempar topeng. Monyet memakai topeng dan bersalto-salto ria seperti aktor film laga. Takjub dengan saltonya si monyet? Ketakjuban yang dia ciptakan sesungguhnya memuat makna implisit. Topeng seringkali bermakna konotasi sebagai kepura-puraan, menutupi sosok atau kepribadian yang sejati. Menurut sudut pandangku, atraksi ini seakan mengingatkan kita bahwa orang yang seringkali memakai topeng dalam kehidupannya hidupnya akan penuh keterbalikan, seperti salto yang diperagakan monyet. Ia hanya berputar-putar dalam masalaha karena topeng atau kepura-puraannya.

"Tsongbia (biar namanya terdengar Afrika, maaf yang punya nama sama) berdoa!" pawang hanya memukul-mukul gendhang sambil promosi judul atraksi, dan pawang atraksi ini menjadi pelit karena tak memberi properti. Monyet kemudian bersujud, dan terlihat tanpa penghayatan. Lucu ya? Padahal menurutku kita diingatkan bahwa dalam segala hal yang telah kita lakukan, jangan lupakan Yang Kuasa. Paling tidak ucapkan rasa syukur.

Kotak yang sedari tadi tertutup dibuka, dan muncul ular sebagai bintang tamu. Pawang bermain-main ular seperti Panji. Ngeri? Menurutku memang itu yang ingin diungkapkan. Kita juga akan menjadi mengerikan jika hal-hal yang diarahkan oleh monyet tak kita lakukan.

Sesungguhnya pesan dari atraksi Sarimin, Mince, John, Hernandez, dan Tsongbia sangat bermakna dalam hidup kita. Hal-hal mudah (diteorikan) yang sulit (dipraktekkan). Setelah menemukan makna tersebut, rasanya disindir monyet. Monyet menyindir kita melalui atraksinya. Semoga kita mampu belajar bersama untuk perbaiki diri seperti yang ditunjukkan monyet. Kita tak ingin menjadi ular.


Minggu, 9 Oktober 2011

Mazda Radita Roromari

1 komentar:

  1. baru baca postinganmu.. keren2.
    dasar anak intelek . ehehe...

    ngomong2 nama monyetnya keren2 curiga kalah keren sama yg nontonnya -_____-

    BalasHapus

Bagaimana pendapatmu?