Dalam Malam, kita menjadi
Agnes, seorang anak yang menunggui rumahnya sendirian. Ibunya pergi
sebentar karena suatu urusan. Selama tujuh menit durasi film, apa yang
penonton lihat adalah apa yang Agnes lihat. Kita menjadi Agnes, namun
pasif. Jadinya kita harus dan hanya bisa pasrah pada apa yang Agnes
perbuat, pada kejanggalannya menyikapi kejanggalan-kejanggalan di
rumahnya.
Sejak awal film, penonton sudah pasrah
dengan Agnes yang bangun untuk mengikuti perintah ibunya. Ia diminta
ibunya untuk mengunci pintu rumah, karena ibunya hendak pergi ke suatu
urusan. Agnes mengikuti ibunya turun ke lantai bawah untuk menutup dan
mengunci pintu. Bisa saja, Agnes meminta ibunya untuk membawa kunci
sendiri dan mengunci pintu dari luar apabila berpergian pada malam hari.
Apa perlunya membangunkan Agnes yang sudah tertidur, yang bisa saja
tertidur lagi setelah mengunci pintu? Jika Agnes kemudian tertidur dan
pintu terkunci dari dalam, tentu saja ibunya tidak bisa masuk ke dalam
rumah saat pulang.
Setelah ibu pergi, Agnes di rumah
sendirian. Ia sempat tiduran di karpet ruang keluarga. Kemudian ia naik
tangga dan mati listrik. Agnes mencari senter di kamarnya, kemudian
turun kembali untuk mencari lilin. Agnes kembali lagi membuat penonton
pasrah dengan sikapnya saat mencari lilin. Ia mencari lilin di dapur
dengan tergesa-gesa, berbeda dengan sikap tenang pada saat mengambil
lampu senter di kamar. Kepanikannya terbentuk tanpa alasan. Tidak ada
sesuatu pun yang terjadi di antara waktu mati listrik hingga menemukan
lampu senter, sesuatu yang bisa membuatnya merasa panik dan
dikejar-kejar.
Setelah itu, Agnes terganggu oleh suara
ketukan pintu di rumahnya. Ia berusaha menjawab siapa orang yang
mengetuk pintu dengan menanyakan dari dalam, dan melihat hanya melalui
jendela. Hal yang dilakukan Agnes biasanya terjadi pada orang yang
mengalami ketakutan dan kekhawatiran. Orang dalam kondisi Agnes
cenderung tidak terbuka terhadap hal-hal yang dirasa mengancamnya.
Sementara, menjelang adegan ketuk pintu ini, tidak ada satu adegan pun
yang memicu rasa takut dan khawatir Agnes. Hal yang terjadi sebelumnya
hanya mati listrik, hal yang cukup lumrah terjadi di Indonesia.
Agnes masuk kamar dan berusaha tidur
setelah kejadian-kejadian aneh. Salah duanya ketukan pintu yang tidak
diketahui siapa pelakunya dan shower kamar mandi yang menyala
sendiri. Di sini kamar tidur merupakan zona nyaman bagi Agnes. Ia adalah
tempat yang dirasa paling tepat bagi Agnes untuk lari dan lepas dari
segala kekhawatiran dan ketakutan yang dia rasakan. Namun, justru di
zona nyaman tersebut, penonton harus pasrah lagi pada tindakan Agnes
yang kurang logis. Ia memilih menyelinap di bawah kasur saat mendengar
ada yang mengetuk pintunya. Tindakan ini hanya menjebak dirinya sendiri
dan lebih menimbulkan rasa takut karena tidak tahu apa yang terjadi
sesungguhnya.
Perlu dipertanyakan juga perihal
hubungan Agnes dengan rumah tersebut. Agnes seakan tidak mengenali
rumahnya sendiri dengan segala cerita-cerita di dalamnya. Reaksi atas
kejadian aneh di rumahnya seperti orang yang pertama kali datang di
rumah yang asing. Rumah atau bangunan yang diganggu seringkali memiliki
kecenderungan untuk diganggu dengan pola-pola yang sama, atau setidaknya
begitu yang kita tangkap setiap mendengar cerita rumah atau bangunan
berhantu. Contohnya: cerita-cerita pengunjung bekas penjara Alcatraz
yang selalu melibatkan suara teriakan atau pintu sel yang terbanting,
juga cerita-cerita penampakan di suatu rumah di Winchester yang arwah
pemilik aslinya sering menampakkan dirinya. Apabila Agnes telah lama di
rumah tersebut, seharusnya ia sanggup menolerir ketukan pintu, atau
setidaknya tidak sekaget itu, karena asumsinya kejadian tersebut sudah
terjadi berulang kali.
Pilihan-pilihan tindakan Agnes didesain untuk menciptakan rasa takut dan khawatir bagi penonton. Keseluruhan film Malam juga begitu. Separuh dari usaha ini bisa kita bilang berhasil. Lewat sudut pandang dan tindakan yang dipilih, Malam
mendorong penonton untuk mengidentifikasi diri sebagai Agnes,
membiasakan diri dengan pandangan yang terbatas, dan membayangkan apa
yang menanti penonton di luar bingkai pandangan film. Separuh lainnya,
dipertanyakan. Untuk bisa benar-benar mengikuti “aturan main” Malam,
penonton haruslah mau mengkompromikan nalar dirinya untuk mengikuti
nalar film, prinsip menonton film pada umumnya. Sayangnya, apa yang Malam
sajikan (dan keputusan-keputusan yang Agnes lakukan) kadang terlampau
melanggar nalar sampai-sampai kita lebih memilih menontonnya dengan
nalar kita sendiri.
Malam | 2013 | Sutradara: Dira Nararyya | Negara: Indonesia
Tulisan hasil lokakarya Mari Menulis! edisi Malang Film Festival 2014
Pernah dimuat di Cinema Poetica pada 12 April 2014 (http://cinemapoetica.com/malam-aneh-aneh-di-rumah-sendirian/)
Bet On 1xbet Korean Online Sportsbook in South Africa
BalasHapusBet on 1xbet 1xbet южная корея Korean Online Sportsbook in South Africa and enjoy the latest sports betting odds, specials and markets.